Diseminasi Hasil Penelitian dengan tema “Perjuangan Masyarakat Adat dalam Mempertahankan Hak Ulayat“
Oktober 07, 2020Oleh: Putra Pratama Saputra
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, melalui Penyelenggara Laboratorium Rekayasa Sosial yang dikepalai oleh Putra Pratama Saputra, MPS.Sp melaksanakan kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian dengan tema “Perjuangan Masyarakat Adat dalam Mempertahankan Hak Ulayat“. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan oleh Laboratorium Rekayasa Sosial. Dilaksanakan secara online via zoom pada tanggal 01 Oktober 2020.
Hadir dalam kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian tersebut yang turut menjadi narasumber utama adalah Michael Jeffri Sinabutar, M.A yang merupakan dosen Jurusan Sosiologi Universitas Bangka Belitung. Sementara itu, Putra Pratama Saputra, MPS.Sp selaku Kepala Laboratotium Rekayasa Sosial sebagai moderatornya. Peserta kegiatan ini adalah mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung.
Dalam paparan diskusinya Bapak Jefri Sinabutar mengatakan bahwa pokok permasalahan dalam perjuangan masyarakat adat dalam memperjuangkan hak ulayat ini dikarenakan adanya kesenjangan antara das sein dan das solen. dalam kesenjangan das sein tersebut ternyata ada bentuk pengabaian dari pihak pemerintah negara kepada masyarakat adat. Sedangkan dari das solen itu sendiri terdapat pengakuan negara atas masyarakat adat. adanya kesenjangan inilah yang menjadi titik tolak dari perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat adat.
Baca Juga : PEKAN LALU.
Perjuanga masyarakat adat dalam mempertahankan hak ulayat berawal pada tahun 1962, yang mana pada awalnya pemerintah atau pihak kehutanan meminta izin pinjam pakai untuk menanam pohon pinus selama satu kali panen pada masyarakat bius sumatrra, dan hal tersebut masih terus berlanjut hingga sampai saat ini. kontestasi klaim atas hutan pada masyarakat adat ini terjadi dari tahun 1962-2016, yang dalam hal ini pula negara tersebut mengklaim bahwa hutan adat tersebut milik negara, sedangkan pada kenyataannya jika dilihat pada peta, tanah tersebut merupakan milik masyarakat adat. sehingga permasalahan yang sebenarnya ini terletak pada kurang jelasnya penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah, tidak adanya kejelasan wilayah hutan mana yang memang milik masyarakat adat, dan wilayah hutan mana yang memang sebenarnya itu milik pemerintah. Sehingga dari hal inilah yang kemudian memunculkan suatu permasalahan yang cukup signifikan. Masyarakat adat tentunya tidak akan dengan mudah untuk melepaskan wilayah hutan yang memang pada dasarnya hal tersebut merupakan milik mereka, sehingga sampai saat ini mereka terus berusaha untuk memperjuangkan hak-hak yang memang milik mereka.
0 komentar