Membangun Rumah Tangga Tanggap Pelakor
September 30, 2021Imagesource: shutterstock.com |
Sistem pernikahan monogami bagi saya adalah konsep yang cukup naïve, mengikat dua insan dalam pernikahan suci murni asli (dan diharapkan ) bagaikan madu manis legit selamanya. Biasanya kalau sudah diikat-ikat begini orang malah makin semangat curi dan cari celah untuk mencari selingan dengan dalih, “pasti jenuh dan bosen banget kalau harus sama satu orang itu melulu seumur hidup.” Bahkan di kalangan bapak-bapak kece berduit ada yang memiliki registered term “entertainment” untuk mencari selingan yang menggoda dan memabukkan di luar sana. Tapi toh, sistem ini sudah kita terima sebagai masyarakat Indonesia yang relijius dan penuh komitmen jadi saya tidak akan fokus pada kelemahan pernikahan monogami, maka saya akan coba merumuskan metode untuk menanggulangi kedatangan Pelakor di tengah rumah tangga kita.
Saya sendiri adalah pelaku rumah tangga bebas-bertanggung jawab. Bukan yang konvensional atau sepenuhnya tradisional, saya masih memelihara jiwa bebas saya dalam batasan-batasan yang wajar dan sudah menjadi hasil diskusi dengan suami saya. Pernikahan kami berusia hampir 5 tahun jadi sudah bukan manten anyar jelas ya. Background rumah tangga kami, kedua belah pihak bekerja dan memiliki pemasukan masing-masing, dan sudah dikaruniai satu anak. Saya akan menguraikan metode berdasarkan pengalaman dan pengamatan keadaan rumah tangga di sekitar saya.
Image Source: shutterstock.com |
1. Mengenali Pelakor
Pelakor adalah sosok yang identik dengan cantik, pintar dandan, gaul, muda merona dan menyenangkan sehingga seringkali dianggap sebagai obat atau pelarian bahkan solusi dari sebuah kebosanan. Setelah menikah, ikatan dan jaminan ini memberikan efek aman sehingga beberapa orang secara tidak sadar malah “take it for granted” sehingga tidak manja-manjaan lagi, tidak merasa perlu saingan dengan orang lain seperti saat jaman PDKT atau mengejar-ngejar kembang desa. Ada perlunya memelihara sensasi jealous-jealous sedikit, insecure sedikit, gemes dan manja sedikit supaya ingat bagaimana rasanya jatuh cinta. Jangan lupa seru-seruan sama suami sendiri, sesekali ngedate nonton di bioskop atau kuliner di tempat-tempat terpencil, atau sekadar melihat sunset dari tepi sawah. Mengingat Kembali pelajaran biologi bab hormone, bisa dijadikan acuan pemeliharaan cinta dalam rumah tangga. Adrenaline (supaya deg-degan dan kesengsem terus) + Dopamine (hormone kebahagiaan supaya happy) + Oksitosin (hormone hubungan suami-istri) = hasilnya adalah cinta tak terbatas.
2. Jangan lawan Pelakor kalau bengesan saja tak mampu.
Tanpa bermaksud membebankan tanggung jawab di pihak perempuan saja, di sini yang saya maksudkan adalah begini, jaman dulu waktu pacaran pasangan itu selalu ketemuan pas ngedate itu dalam keadaan terbaiknya. Memilih bajunya saja aja bisa memakan waktu 1 jam!! Ketika tiba saatnya ketemu dan dijemput di depan kos sudah barang tentu penampilan paripurna, baju terbaik dikenakan, killer shade lisptik sudah disapukan ke bibir yang siap monyong dan siap nyosor kalau lampu bioskop pas gelap, parfum minyak nyong nyong juga sudah disemprot sampe semriwing. Nah, yang perlu kalian ingat, ketika menikah pasangan akan ketemu 24 jam jadi ketahuan pas jelek-jeleknya, pas keringetan asem banget habis masak dan nyapu. Bisa dikatakan hal ini kebanting banget dengan masa pacaran sehingga kesannya tidak menggugah selera, maka saran saya yang pertama adalah tetaplah “bengesan” dan “ngalis” walaupun sedang di rumah sedang nyuci piring. Jangan sampai kita kalah glowing dengan yang di luar sana!
3. Memiliki pemasukan dan identitas sendiri
Tidak penting berapa jumlahnya, perempuan akan merasa berdaya Ketika memiliki dunia dan penghasilannya sendiri. Silakan mengingat cerita yang diangkat di film The Marriage Story, Ketika sosok wanita mengaku merasa tidak utuh lagi, bahwa sejatinya saumi-istri adalah 2 entitas yang berbeda. Tidak semua perkara dan keperluan dapat dileburkan jadi 1. Termasuk masalah uang dan finansial rumah tangga. Pada beberapa pasangan yang termasuk “bread weaner” dalam keluarga asalnya masih merasa memiliki tanggungjawab untuk memberikan sejumlah kiriman uang kepada orangtuanya masing-masing. Memiliki pemasukan sendiri akan mengurangi konflik perebutan alokasi anggaran rumah tangga dan setidaknya menekan potensi terjadinya pertengkaran. Sedangkan identitas sendiri dan dunianya sendiri di sini adalah, sebuah ciri yang bisa dipegang secara individu tanpa embel-embel suami dan anak. Bagi saya terasa gawat ketika misalnya, nama Bu Bambang.. Bu Bambang yang mana.. Oooh yang mamanya Rafa… nah, hilang sudah nama gadis pun tidak lagi dikenal di kalangan RT dan RW karena ada kebiasaan memanggil nama nyonya dengan nama suaminya. Bu Edi, Bu Bambang, Bu Tris contoh ini mengikuti nama suami semua. Apabila, seorang perempuan memiliki identitas lain katakanlah, Bu Bambang yang mana yaaa… ooo yang ngajar di TK Aisyah (istri Muhammad) Bunda Ayu itu namanya kalau di sekolah. Atau, Bu Wahyu yang menerima jahitan itu ya.. dunia kecil semacam ini yang kita pelihara dan kita jaga akan membantu kita menemukan “keutuhan” sebagai individu yang menjalani hidup. Sehingga perasaan seperti merasa kurang berharga, kurang berguna, kurang berdaya dapat dihindari dan nantinya akan bisa mengapresiasi diri sendiri, mencintai diri sendiri dengan lebih baik.
4. Komunikasi dan Kerjasama.
Keutuhan rumah tangga tentu saja tidak akan mungkin apabila pasangan selalu bertengkar dan saling melemparkan tugas. Saya dan suami tidak pakai kode-kodean sampe capek terus mengatakan pasangannya tidak peka dan tidak pengertian. Yah logikanya saja, instruksi baca kodenya kan tidak disertakan. Apakah ini diperlakukan seperti kode deret aritmatik atau apa kan pasti membingungkan. Sehingga daripada capek dan repot bikin kode silakan mencoba membiasakan diri untuk menyampaikan apa keinginan dan apa maksudnya. Dari awal kehamilan saya berusaha “menyeret” suami untuk terlibat dan melihat langsung termasuk menyeretnya ke ruang bersalin untuk menyaksikan sendiri perjuangan perempuan bukan kaleng-kaleng ya!!! Sampai begadang menyusi juga saya sengaja bikin tidur suami gak nyenyak supaya sama-sama tau rasanya kurang tidur. Sekali waktu suami saya membiarkan saya menggesek kartu debit untuk bayar vaksin yang harganya sama dengan handbag impian wanita ya Allah pedih dan perih betul, padahal anaknya yang disuntik tapi emaknya ikut pedih juga. Pernah beberapa kali saya diminta ngisi mobil full tank pertamax yang mengakibatkan saya bernyanyi ingin ku teriaaaaak…
Bagi tugas, tukar peran biar “tahu rasanya” sehingga kelak bisa saling menghargai dan saling mengerti.
5. Masalah Beranak-pinak
Ada baiknya masalah berketurunan ini didiskusikan di depan sehingga sama-sama tahu mau menunda memiliki anak, atau mau secepatnya program hamil, atau bahkan di beberapa rumah tangga ada yang memilih “child-free” alias ya maunya menua bersama saja berduaan pacaran terus. Hal ini penting ketika katakanlah ada halangan dari salah satu pihak ternyata infertile, apa yang harus dilakukan, apa yang harus diusahakan. Jangan sampai alasan infertile ini digunakan seenak jidat untuk menceraikan atau kawin lagi tanpa ijin, atau selingkuh yang malah jadi ujung kehancuran mahligai pernikahan. Pemilihan KB juga sebaiknya dilakukan bersama, karena salah pilih KB ada yang mengakibatkan bikin gembrot takutnya kelak dikatain tidak menarik lagi.
Image Source: shutterstock.com |
Perspektif yang perlu diubah sejak dini adalah bahwa pernikahan bukan akhir dan bukan “happy ending” justru itu awal perjalanan yang berat dan panjang. Sehingga, alih-alih bermimpi jadi Ratu dalam istana seperti Nia Ramadhani (sosok yang diiri dengkiin sama Emak-emak sejagad Indonesia raya) silakan mulai mengumpulkan energi untuk lari marathon setiap hari. Ya, lari marathon karena akan selalu ada aja pekerjaan dari melek mata sampe merem mata. Jangan lupa minum collagen Beb demi glowing dan kecantikan abadi melawan pelakor!
0 komentar