KETIKA MASA PANDEMIK COVID-19 MERUBAH SEGALANYA
April 13, 2020
Oleh: Amelinda Zhou
(Mahasiswi dan Asisten Laboratorium Sastra Inggris FISIP UBB)
|
Virus Covid-19
(Coronadisease-2019) yang mewabah di seluruh dunia membuat masyarakat dunia
untuk lebih banyak beraktivitas di rumah masing-masing untuk sementara waktu.
Lingkungan diseluruh dunia hampir bisa dikategorikan sebagai “ruang hampa”,
karena banyaknya aktivitas dan rutinitas masyarakat dunia yang berhenti karena
adanya virus pandemik ini.
Dilansir dari cnn.indonesia.com, ketika kita kembali
menengok ke masa lalu, dimana pernah muncul juga beberapa virus pandemik
seperti Flu Spanyol (1918), Flu Asia/H2N2 (1957), Flu Hongkong (1968), Ebola (1976), HIV/AIDS (awal 1980-an), Flu Babi/H5N1
(2009), SARS (2002) yang memakan
korban hingga ratusan ribu jiwa, justru virus Covid-19 ini yang paling menyita perhatian seluruh warga dunia,
karena proses penyebaran virusnya yang sangat cepat menjangkau lebih 190 negara
di dunia bahkan menyebar kasusnya sebanyak 13 kali lipat dibanding daerah
asalnya yakni daerah Wuhan, Tiongkok.
Di masa yang paceklik seperti saat ini dimana
interaksi secara fisik sudah dianggap berbahaya untuk dilakukan, kehidupan
masyarakat yang pada awalnya menganggap fitur internet sebagai fasilitas yang
“wah” kini sudah menjadi kebutuhan pokok sehari-hari. Seluruh warga dunia pun
semakin mengandalkan dunia digital dalam menemani aktivitas sehari-hari. Kedepannya
Covid-19 akan diprediksi menjadi akselerator
implementasi digital dalam skala global.
Beralih ke sosial media, muncul berbagai tren yang
khususnya menghampiri kaum millennial. Misalnya main TikTok, mengisi template Bingo, menangkap screenshot gambar hewan di status
WhatsApp, mengunggah postingan di Instagram dengan tagar #UntilTomorrow, #HaluChallenge. Para pekerja seni, baik itu content creator maupun artis
memanfaatkan keadaan ini untuk tetap berkarya di rumah dan penyanyi
internasional pun mengadakan konser daring via live streaming Live di
Instagram supaya tetap bisa menghibur para penggemarnya. Bagi saya pribadi,
kegiatan ini saya nilai sebagai kegiatan positif untuk sembari mengisi waktu
luang dan tetap mengandalkan kreativitas di rumah.
Dilansir dari idntimes.com, Pemerintah Amerika
Serikat berupaya untuk bekerja sama dengan Google, Facebook, dan perusahaan teknologi
lainnya untuk membahas tentang kegiatan pelacakan aktivitas mobilitas warganya
selama masa virus pandemik ini. Dengan cara mengandalkan pergerakan lokasi ponsel yang terhubung dengan fitur Geo-Location yang mengawasi lokasi
penggunanya dan mengontrol apakah pengguna tersebut sering bepergian ke rumah
atau tidak selama masa pandemik ini. Jika pengguna tersebut jarang keluar, maka
pengguna ponsel tersebut turut andil membantu pemerintah dalam menerapkan kegiatan
Physical Distancing ini.
Dari segi jurnalistik, selalu saja berita mengenai Covid-19 yang menghiasi layar ponsel,
desktop, berita TV. Baik itu berita yang valid maupun kabar Hoax. Terkadang, informasi angka
mengenai jumlah pasien yang terjangkit Covid-19
masih diperdebatkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) antara
daerah dan pusat. Dikarenakan masih ada data mengenai kasus Covid-19 yang ditutup-tutupi mengingat
kebiasaan masyarakat kita yang terkadang mengucilkan pasien positif Covid-19 bahkan keluarga pasien pun bisa
terkena imbasnya, dikutip dari Kompas.com. Orang-orang yang bekerja di media
televisi pun tak bisa sepenuhnya bekerja di rumah dengan keterbatasan alat dan
media. Para reporter berita pun ada yang melakukan siaran di studio yang
berkomunikasi dengan narasumbernya via videocall.
Dari digitalisasi perbankan, daripada kita menyentuh
uang yang secara fisik yang penuh dengan kuman yang melekat pada uang tersebut,
misalnya kuman pada uang kertas yang melekat selama 9 jam sedangkan pada uang
logam melekat selama 12 jam kini bisa diganti dengan cara alternatif dengan
melakukan transaksi elektronik, dengan e-banking,
fitur top up (e-money). Sehingga mengurangi transaksi dengan uang fisik dengan
kasir maupun bank.
Sedangkan dari sisi pendidikan, khususnya bagi kalangan
pelajar dan mahasiswa, kelas daring sudah bukan menjadi alternatif lagi
melainkan sebuah mandat dibalik keadaan genting seperti saat ini. Tidak ada
lagi alasan untuk mencegah kegiatan belajar mengajar dalam jarak jauh. Kelas
daring, yang pastinya membutuhkan stok kuota yang lebih serta pasokan sinyal
yang mendukung dibanding biasanya terkadang dikeluhkan bagi masyarakat yang
tinggal bukan di daerah perkotaan dan juga masyarakat kita tidak semuanya
dikategorikan sebagai berekonomi yang mampu. Para tenaga pengajar pun harus
lebih bisa menguasai teknologi pembelajaran jarak jauh. Inovasi alternatif
dalam teknologi sangatlah dibutuhkan. Misalnya seperti saat ini, muncul sebuah
aplikasi yang bernama Zoom, yang
memungkinkan para penggunanya melakukan video tele-conference dengan kapasitas mencapai 1.000 orang. Haikal,
seorang Mahasiswa Semester 6 Institut Transportasi dan Logistik Trisakti
Jakarta menceritakan sedikit pengalamannya ketika menggunakan aplikasi Zoom.
“Pro-nya: Interface
mudah dipahami, bisa diakses dari segala perangkat baik mobile maupun non-mobile
(komputer maupun laptop). Fitur-fitur yang maksimal baik di mobile device maupun non-mobile (semua fitur bisa diakses). Sedangkan
kontranya ialah: Lemahnya koneksi video setekah diisi oleh 20 partisipan dan
masih terbatasnya waktu video conference di menit ke-40. Saya lebih merujuk ke
pro sih karena aplikasi Zoom ini
lumayan praktis, bisa dipakai kapan saja dan Zoom bisa membuat Virtual
Background.” Ungkapnya.
Dari pengalaman kelas saya pribadi, yang pastinya
terlibat dalam kegiatan E-Learning
ini menggunakan aplikasi pendukung, yakni Edmodo,
Google Classroom, siaran Live
Instagram (dari dosen kami yang menyampaikan materinya) dan Grup WhatsApp. Menurut saya, kelas E-Learning
ini tentunya membawa sisi positif dan juga negatif. Kita mulai dari sisi
positifnya terlebih dahulu, yakni menghemat pengeluaran transportasi (bagi yang
rumahnya jauh dan juga bagi mahasiswa yang biasanya di kost, kini tidak perlu
datang ke kampus tetapi bisa kuliah di rumah. Kedua, menghemat penggunaan
kertas. Karena biasanya kami mengumpulkan tugas dalam bentuk hardcopy sehingga harus dicetak (print). Tetapi dengan adanya E-Learning ini, kami hanya mengumpulkan
tugas dalam bentuk softcopy, sehingga
tidak perlu diprint. Ketiga, ada tugas kami yang nilainya
langsung diberitahu oleh dosen setelah kami mengumpulkan tugas, dan juga beliau
meletakkan respon (feedback) nya via
komentar.
Lalu dari sisi negatif. Pertama, memang kami bisa
menggunakan fitur aplikasi video
conference seperti yang terdapat pada aplikasi Zoom. Tetapi kami rasa, aplikasi ini kurang kompatibel, karena
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dalam bentuk diskusi tetapi dilakukan
dalam bentuk video tele-conference
kurang memuaskan dibanding dengan diskusi tatap muka. Kedua, tugas yang
terkadang datang secara bertubi-tubi dengan jadwal deadline yang mepet pula, membuat para mahasiswa terkadang merasa
kelabakan dengan fenomena ini. Apalagi ditambah dengan dosen yang tidak
memberikan respon (feedback) terhadap
tugas yang sudah kami buat. Sehingga kami tidak tahu apakah tugas yang sudah
dibuat memang sudah benar dikerjakan atau belum. Dan masih ada lagi sisi
negatif dari E-Learning yang
sayangnya tidak bisa dijelaskan secara panjang lebar disini.
Beralih ke Segi sosial: Banyak relawan maupun artis
yang mengadakan donasi via daring. Dampak positifnya dana donasi yang terkumpul
mencapai milyaran rupiah. Tentunya dana ini dimanfaatkan sebagai sumbangan
dalam bentuk pemberian APD (Alat Pelindung Diri) bagi masyarakat dan juga
tenaga medis dalam bentuk masker, hand
sanitizer, baju kerja pelindung, sarung tangan, alat pelindung mata, dan
sebagainya. Bahkan para pelajar dan mahasiswa ada yang membantu membuat APD
untuk masyarakat dan tenaga medis. Para pengusaha yang bergerak di bidang
tekstil (misalnya usaha konveksi) pun malah mengalihkan bisnis mereka untuk
memproduksi APD daripada melihat pendapatan kegiatan bisnis mereka biasanya
yang merosot lantaran Covid-19. Dan
lebih mengutamakan keselamatan serta keamanan tenaga medis dan juga masyarakat
daripada mementingkan kepentingan usaha mereka sendiri. Di sisi lain, banyak
buruh dan karyawan yang akhirnya di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) lantaran
atasan mereka yang tidak mampu membayar biaya operasional gedung, maupun membayar
gaji bawahan mereka. Sehingga banyak usaha yang akhirnya gulung tikar serta
para karyawan dan buruh pun banyak yang kehilangan mata pencaharian mereka.
Segi keluarga: Dengan momen ini, kebanyakan yang
berkedudukan sebagai pencari nafkah dalam sebuah keluarga, melakukan kegiatan Work from Home (WFH). Tak hanya itu,
wanita karier yang biasanya lebih banyak beraktivitas di luar rumah, kini mengganti
kebiasaan mereka dengan lebih dekat dengan rumahnya sendiri. Misalnya mengurusi
kegiatan rumah tangga, mengurus anak lebih optimal dibanding biasanya, dan
mengganti peran tenaga pengajar (guru) bagi anak mereka. Sungguh repot jika tiga
kegiatan diatas harus dilakukan sekaligus oleh seorang wanita karier. Tetapi di
balik ini semua pasti ada hikmahnya. Yakni hubungan keluarga terjalin lebih
erat, pola makanan keluarga yang lebih sehat, dan lainnya. Selain itu, di rumah
kita bisa melatih keterampilan yang tentunya sesuai dengan hobi kita. Misalnya:
bermain musik, memasak, makeup, dan
lainnya. Lalu, keadaan #StayAtHome tentunya membuat kita lebih peduli terhadap
kebersihan pribadi, keluarga, maupun lingkungan disekitar kita.
Source:
Instagram @folkative
Taken
by: @rfkyw
Segi lingkungan: Dilansir dari cnn.indonesia.com, polusi
udara mulai berkurang, air sungai yang biasanya keruh berubah menjadi agak
bening. Langit ibukota kita, Jakarta pun menjadi biru cerah. Berkurangnya
polusi udara menyebabkan terjadinya peningkatan tingkat kejernihan dan kecerahan
atmosfer, lalu matahari pun bisa meneruskan sinar Ultra Violet (UV) sehingga
bisa berperan dalam menekan penyebaran virus Covid-19.
Pada akhirnya, dalam kurun waktu berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan untuk tetap di rumah akibat Physical Distancing membiasakan masyarakat untuk lebih dekat dengan
internet sebagai “sahabat” bagi hidup kita. Di balik Covid-19 ini pastinya menimbulkan banyak kerugian dalam aspek
kehidupan. Tetapi kita tetap bisa mengambil hikmah dibalik itu semua.
Lekas Membaik, Bumiku.
---------------------------------
BIODATA PENULIS
Penulis yang
akrab disapa 'Amel' atau 'Ameng' ini lahir di sebuah kota yang dijuluki sebagai
Kota (Bogor), pada 14 Mei 1999 dan kini bermukim di Pulau Penghasil Timah
terbesar di Indonesia yakni Pulau Bangka.
Seorang
mahasiswi dari salah satu PTN di Indonesia yang memiliki hobi di bidang,
fotografi, desain, dan menulis. Diharapkan dari ketiga hobi tersebut, penulis
bisa menggabungkan menjadi 3 seni yang saling berkaitan. Bisa dihubungi lewat
IG: @amelindazh dan email: amelindazh14@gmail.com.
0 komentar