Kenyataan dan Kemungkinan: Melihat Arah Angin dan Menentukan arah UBB ke depan
April 16, 2020
Oleh: Andri Fernanda
(Founder Mediatikusastra)
(Original
image: Mediatikusastra.com)
|
Hari
ini di tengah keadaan yang sulit karena pandemic Corona yang menghantui setiap
orang, Universitas Bangka Belitung akan melakukan pelantikan peralihan estafet
kepemimpinan kepada Rektor baru. Seperti tulisan saya sebelumnya, Dr. Ibrahim,
M.Si mendapatkan suara mayoritas dari senat, yang tentu saja itu berarti hampir
semua atau mayoritas mempercayai dan mengamanahi nasib UBB kedepan di
tangannya.
Karena
keadaan yang tidak memungkinkan, maka prosesi pelantikan hari ini, Kamis 16
April 2020 akan dilakukan secara
teleconference. Hal ini membuat saya dan beberapa kolega FISIP mungkin
tidak bisa hadir ̶ bukan karena tidak memberikan dukungan , tetapi karena
keadaan ̶ ke Ruang Rapat Besar, Gedung Rektorat
Universitas Bangka Belitung demi kebaikan bersama.
meskipun
fisik kami tidak hadir, tetapi yakinlah jika kami hadir secara batin. Seperti
konsep kehadiran yang pernah saya petakan bahwa kehadiran terbagi menjadi
beberapa bentuk; hadir lahir dan bathin, hadir secara fisik tetapi bathinnya
sedang berada entah dimana, tidak hadir secara fisik tetapi bathinnya hadir
(melintasi konsep ruang dan waktu), dan tidak hadir sama sekali, lahir dan
bathin. Intinya meskipun kami tidak di sana, tetapi hati, pikiran dan semangat
kami memenuhi ruangan Rapat Besar Rektorat. Percayalah~
Membaca Kenyataan dan Menerka Kemungkinan
Ini
merupakan babak baru dengan medan lama yang masih sama. Maksudnya, perjalanan
yang ditempuh Rektor baru tidak serta merta begitu saja, karena dari awal dan
setiap fase sepenuhnya dilalui di Universitas Bangka Belitung, mulai dari dosen
biasa hingga Rektor ̶ di Universitas yang sama ̶ saat ini. Artinya, ia
mengetahui bagaimana berada di berbagai posisi dan kondisi yang nantinya tentu
diharapkan berperan besar dalam menentukan kebijakan-kebijakan ke depan.
Sebagai
sivitas akademika Universitas Bangka Belitung, tentu Dr. Ibrahim, M.Si sudah
melalui dan merasakan beberapa tahun roda kepemimpinan yang terjadi di UBB, begitu
pula polemik dan segala macam dialektika di dalamnya. Tentu ia sudah
memahami betul apa yang terjadi, dan ia diharapkan mampu mengukur dan menyusun
langkah-langkah apa yang efektif dan strategis untuk menemukan solusi tersebut.
Mengharapkan
agar beliau menciptakan UBB tanpa pergesekan adalah permintaan yang berlebihan,
bahkan mustahil. Karena konflik adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, tetapi
setidaknya harapan semua, beliau bisa meminimalisasi, menekan, menemukan solusi
serta mampu berdiri di atas kakinya sendiri.
Seperti
yang saya analogikan jika beliau adalah nahkoda baru di kapal yang sama (baca: Rektor Baru UBB: Nahkoda Baru dalam Mengarungi Lautan Peradaban) tentu nanti ke depan,
kemungkinan-kemungkinan masalah akan datang dari berbagai arah, internal maupun
eksternal; baik permasalahan di dalam kapal terkait awak kapal, persediaan
makanan, konflik antar awak, tugas dan pekerjaan awak, belum lagi ombak dan
angin dari arah yang tidak diduga-duga. Selain melindungi kapal, nahkoda harus
mampu melihat cuaca, merasakan arah angin, menghitung gelombang dan membaca
kompas sehingga kapal dan seluruh awaknya bisa selamat sampai tujuan.
Berbicara tentang pemimpin, hal ini membawa saya kembali ke
buku-buku bacaan yang pernah saya baca. Jika berbicara soal buku-buku tentang pemimpin,
secara subjektif saya tidak begitu tertarik dengan buku-buku yang berbentuk self-help, dari sepanjang buku yang
pernah saya santap. Sekali lagi, ini hanyalah subjektivitas saya. Mungkin cara
saya agak sedikit berbeda, saya lebih tertarik memandang dan menguras sesuatu
dari karya sastra; baik klasik maupun
yang kontemporer (mungkin itu juga yang membuat saya tercebur ke kubangan
sastra saat ini). Hal yang menyenangkan di dalam karya sastra adalah, saya bisa
melihat langsung proses dan inti dari kepemimpinan serta bagaimana berbagai
macam dialektika yang terjadi dan mungkin terjadi di dalamnya. Seperti kata
Scotty McLennan, jika kita membatasi diri hanya
pada jenis buku-buku tertentu seperti buku panduan, biografi tokoh-tokoh, dan
studi kasus saja, maka kita akan kehilangan sesuatu yang sangat penting dan
besar. Lewat sastra juga, saya mampu melihat kehidupan dan problematika yang
ada, bahkan sampai ke konflik pribadi sekalipun. Ia juga memungkinkan kita
untuk mengakses setiap lubuk hati manusia dan tabiat-tabiatnya yang tidak
terduga.
Saya
teringat sebuah novel yang ditulis salah satu pemenang nobel sastra yang pernah
saya jelaskan di kelas World Literature semester
ini. Novel yang berjudul The Remains of
The Day dari Kazuo Ishiguro yang merupakan
pemenang Man Booker Prize pada tahun
1989 bercerita tentang Stevens, seorang kepala pelayan yang di dalam
perjalanannya ia mempertanyakan kembali “Apa itu pelayan hebat? Dan seperti
apa?” Yang kemudian jawabannya ia kaitkan dengan martabat diri. Nantinya ia
akhirnya mampu mengartikan martabat diri sebagai “profesionalitas diri dan
pribadi yang tidak terprovokasi dengan apapun.”
Di dalam novel ini juga saya menemukan bahwa di dalam
perjuangan selalu ada hal yang dikorbankan, seperti halnya Stevens yang
kehilangan Miss Kenton. Novel ini juga mengajarkan ada saat di mana kita
mengedepankan logika dan ada saatnya kita mengikuti perasaan. Dengan konsep
yang sama ̶ saat logika yang menang ̶ pasti bagian lain dikorbankan, yaitu perasaan.
Tulisan
ini ditulis sebagai bentuk upaya “kehadiran batin” atas prosesi pelantikan Dr.
Ibrahim, M.Si, sekaligus rasa percaya saya bahwa beliau memiliki “lem super”
yang mampu merekatkan dengan kuat sendi-sendi dan retakan kapal yang ada saat
ini dan yang mungkin akan muncul di masa depan. Dan terakhir tulisan ini
sebagai bentuk bukti produktifitas saya di saat Work From Home tentunya~
-----------------------------------------------------
BIODATA PENULIS
Andri Fernanda
Biasa
di panggil Ketua Sekte, atau Mahatikus. Kebetulan pernah mengambil
studi S2 Ilmu Sastra di Universitas Gadjah Mada, yang kebetulan tesisnya
diselesaikan di Monash University, Australia. Kebetulan terpilih
menjadi salah satu penerima hibah tesis luar negeri FIB UGM 2016, yang
kebetulan sekarang lagi menyibukkan diri sebagai dosen Sastra di salah
satu Universitas Negeri. Kebetulan juga ikut mengelola dan mengawasi
Mediatikusastra, sambil merencanakan kebetulan-kebetulan lainnya agar
menjadi kebenaran yang kebetulan di masa depan.
0 komentar