Bermasalahnya Kegiatan Belajar Mengajar Daring
April 20, 2020
Oleh: Tiara Hapsari
(Mahasiswi Universitas Negeri Jakarta/Penerima Beasiswa Muamalat)
Image Source: topbusiness.id
Mewabahnya pandemi Covid-19 yang berakar dari kota Wuhan
China hingga saat ini bermuara ke beberapa negara di dunia, tidak terkecuali
Indonesia dan menimbulkan permasalahan yang berbeda-beda. Pada awal Maret
kemarin Indonesia merilis terdapat dua orang yang positif terinfeksi Covid-19
di Depok, dan sejak saat itu mulai bertambah data orang yang terinfeksi di
Indonesia. Merespon hal itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan social
distancing, physical distancing hingga pembatasan sosial berskala besar.
Yang dilakukan oleh
pemerintah memiliki dampak yang sangat dirasakan oleh berbagai pihak, baik
secara ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Kebijakan pembatasan fisik antara
orang satu dengan orang lainnya menyebabkan berbagai kegiatan yang seharusnya
diilakukan di tempat yang seharusnya sekarang dilakukan di rumah. Bekerja di
rumah, beribadah di rumah dan belajar di rumah. Semua dilakukan di rumah, guna
meminimalisir kontak sosial yang berpotensi menyebarkan Covid-19 secara masif.
Sejak diberlakukannya kebijakan belajar di rumah yang
dikeluarkan oleh pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan,
banyak hal yang harus dievaluasi mengenai kebijakan ini. Setelah masyarakat
dilanda wabah Covid-19 banyak permasalahan dalam proses kegiatan mengajar
daring yang tidak terduga. Mulai dari kesiapan tenaga pendidik, fasilitas,
kesiapan siswa hingga kesiapan orang tua. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
fasilitas yang tidak merata menimbulkan kebingungan antara pendidik yang
sebagai pemberi ilmu dan siswa atau orang tua sebagai orang kedua yang merespon
pendidik dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini biasanya dirasakan oleh orang
tua dan siswa yang tidak memiliki smart phone yang memadai untuk bersinggungan
langsung dengan kegiatan belajar mengajar. Sehingga tidak jarang melakukan
pembelajaran secara berkelompok, yang sudah jelas diluar dari kebijakan
pemerintah mengenai physical distancing atau pembatasan jarak.
Selain itu juga permasalahan lainnya, kebijakan belajar
mengajar yang diadakan diluar kelas atau di rumah juga terkadang menghambat
proses belajar itu sendiri. Misalkan saja, permasalahan kouta internet yang
menjadi pijakan pokok untuk melakukan pembelajaran apakah ada dimiliki oleh
setiaap orang tua dan siswa. Karena kita ketahui pendepatan orang tua siswa
relatif berbeda-beda. Mungkin ada yang mempunyai pendapatan yang mencukupi, dan
ada juga yang bekerja harian yang mungkin masih kekurangan. Kemudian berujung beban
terhadap orang tua siswa.
Hal lain yang dirasa kurang efektif dalam pembelajaran daring
ini yaitu adanya kontradiktif antara sistem belajar yang sesungguhnya. Proses
belajar mengajar normalnya untuk mendapatkan ilmu dari pendidik, melakukan
diskusi, berinteraksi, dan saling bertukar fikiran untuk memperoleh ilmu yang
baru. Tetapi senyatanya pada proses belajar mengajar daring ini tidak jarang
guru hanya memberikan beban berupa tugas untuk murid yang dirasa sistem
pembelajaran seperti ini kurang efektif dalam mendapatkan ilmu. Kreatifitas
siswa juga kurang terasah ketika model home learning ini dilakukan. Beberapa
hari yang lalu keponakan saya yang saat ini lagi duduk di bangku kelas 5 SD
menjalankan proses belajar mengajar secara daring, siswa dianggap mengikuti
kelas jika mengisi absen yang dituliskan oleh sang guru, dan kemudian guru
memberi tugas siswa yang mengerjakan. Konsep seperti ini sebenarnya sangat jauh
dan bertentangan sekali dengan konsep “Merdeka Belajar” yang dikemukakan oleh
Nadiem Makarim.
Kemudian ada kesalahan persepsi tenaga pengajar mengenai
konsep pembelajaran jarak jauh ini. Seharusnya budaya berdiskusi, budaya
mengajar dan belajar, dialog, tanya jawab seharusnya tetap ada. Walaupun hanya
sebatas metode daring baik dari beberapa aplikasi yang digunakan.
Saya rasa Indonesia terutama beberapa daerah masih gagap
dalam merespon kebijakan untuk melakukan segala aktifitas dari jarak jauh yang
menekan masyakat untuk menggunakan teknologi. Sebagai bahan evaluasi, mungkin
jika tidak ada wabah Covid-19, Indonesia masih jauh untuk menerapkan penggunaan
teknologi sebagai teknik pembelajaran jarak jauh. Kita bisa melihat bahwa
kurangnya kesiapan kita untuk merespon ini semua, harus saya akui bahwa
pembelajaran menggunakan sistem daring ini sangat tidaklah efektif dengan
karakteristik masyarakat kita yang notabene-nya masih kekurangan di beberapa
aspek, selain fasilitasnya yang kurang memadai dan terkendala akses dari siswa
tersebut.
Oleh karena itu, kesiapan yang matang adalah kunci kesuksesan
dari beberapa tindakan untuk meminimalisir konsekuensi yang tidak diinginkan.
Saya harus mengatakan bahwa Covid-19 memberikan setrum bagi kita agar dapat
mempersiapkan segala hal dengan matang. Jangan ketika ada wabah seperti ini
kita baru bisa menjadi alternatif lain yang padahal seharusnya alternatif itu
sudah bisa kita dicoba di jauh hari.
-----------------------------------
BIODATA PENULIS
Tiara Hapsari, penerima Beasiswa Muamalat serta seorang mahasiswi di Universitas Negeri Jakarta
0 komentar