Urgensi Pemaknaan (Super)Hero
Februari 21, 2020
-
Generasi sekarang lebih mengenal pahlawan dari semesta komik atau dari film-film terkenal DC dan Marvel ketimbang mengenal pahlawan lokal yang bahkan sebenarnya sudah menjadi pahlawan nasional seperti Depati Amir, Depati Hamzah atau pahlawan-pahlawan lokal di daerah lainnya. kemenangan pahlawan-pahlawan dunia fiksi merebut tempat yang seharusnya di miliki pahlawan lokal di hati generasi sekarang tentu tak lepas dari peran para sineas luar negeri dengan karya-karya mereka yang bertemakan pahlawan super.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan generasi saat ini? Kenapa di tengah maraknya film-film fiksi bertemakan pahlawan super. Pahlawan lokal yang nyata adanya seolah olah kehilangan tempat di hati kita. Di era modern ini hendaknya kita sedikit merefleksikan apa yang sebenarnya terjadi terhadap kita generasi saat ini.
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya ketika penayangan film Avenger:EndGame kita melihat antusiasme masyarakat dalam menonton aksi final para pahlawan super Avenger yang sangatlah tinggi. Di film itu kita di suguhkan aksi epik penyelamatan alam semesta oleh Tony Stark dan bagaimana kita bersimpati atas pengorbanan yang di lakukannya. Bagaimana kita memaknai pengorbanan nyawa yang di lakukan Tony Stark dan harus kita akui berhasil menguras air mata kita sebagai penonton. Hal yang agaknya hilang dari kita sebagai generasi saat ini ialah konsep memaknai pengorbanan. Mari kita kesampingkan kefiksian tokoh Tony Stark, lalu apa bedanya hal yang di lakukan oleh pahlawan lokal dengan hal yang di lakukan oleh Tony Stark? mereka sama sama mengorbankan nyawa demi sesuatu yang di yakininya benar. Lalu kenapa seolah olah Tony Stark lebih dekat di hati kita di banding pahlawan lokal yang memperjuangkan kemerdekaan tanah air kita dari para penjajah. Penulis bukan hendak membuat sebuah perbandingan tidak setara antara pahlawan fiksi dan dunia nyata tapi yang hendak di kritisi di sini adalah bagaimana pembentukan memori kolektif melalui wacana yang ada di film dengan tema pahlawan super.
Memori kolektif sendiri ialah istilah yang menggambarkan ingatan yang dibagi bersama oleh sekelompok orang. Memori kolektif juga merupakan ingatan yang dominan di pahami oleh komunitas tertentu baik itu keluarga, kelompok sebaya, organisasi, kelompok etnis dan bangsa. Mau tidak mau atau suka tidak suka, film adalah salah satu media pembentukan memori kolektif yang paling efektif. Melalui film-film bertema superhero, generasi saat ini dibuat seolah-olah asing dengan pahlawan lokal yang nyata dan dibuat juga seolah-olah dekat dengan pahlawan super dari dunia fiksi komik atau film. Akibatnya Pahlawan lokal harus berebut tempat dengan pahlawan fiksi dan dalam hal ini tentu saja pahlawan lokal bisa kita sebut sebagai pebalap lambat dan kepayahan yang kalah telak. Sungguh ironis melihat sejarah panjang pahlawan lokal di bandingkan pahlawan dunia fiksi yang harus kalah karena kekurangan bentuk apresiasi. Salah satu bentuk apresiasi dapat berupa dokumentasi yang di buat umtuk mengenang jasa-jasa mereka namun hal itu di rasa sangatlah tidak sebanding jika di bandingkan dengan apa yang telah mereka lakukan bagi negara. Setelah di buat kewalahan dengan gempuran film-film bertema pahlawan super luar negeri, pahlawan lokal juga di kalahkan dalam aspek pemaknaan. Kegiatan yang biasanya kita lakukan melalui upacara bendera hanyasebatas simbolis saja yang di peringati tiap hari hari besar nasional dan upacara bendera di hari senin. Upacara bendera terutama yang dilakukan di hari senin tidak lebih dari acara berpanas-panasan dan sudah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan itu di lakukan secara ogah-ogahan oleh kebanyakan generasi seperti kita saat ini.
Lalu sampai kapankah hal ini akan terus terjadi? Sesuai perkataan Bung Karno yang mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Akankah bangsa ini mengamalkan nasihat Bung Karno atau malah suatu saat bangsa ini akan jadi bangsa yang melupakan jasa pahlawannya?
Penulis hanya berharap agar hal ini tidak terjadi.
0 komentar